KALSEL SIAP MELAJU KE FOLU NET SINK 2030: Rakor Tata Kelola Hutan Hadirkan Pakar Nasional & Pembuka Pasar Karbon

Banjarbaru, 24 November 2025 – Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menegaskan komitmennya dalam pengurangan emisi gas rumah kaca melalui Rapat Koordinasi Peningkatan Kapasitas Tata Kelola Hutan, yang berlangsung di Gedung Auditorium KH. Idham Chalid, Banjarbaru. Acara dibuka oleh Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan H. Muhammad Syarifuddin, M.Pd., mewakili Gubernur Kalimantan Selatan H. Muhidin, serta dihadiri forkopimda, akademisi, kementerian, PBPH, hingga mitra kehutanan. 

Dalam sambutan Gubernur yang dibacakan Sekda, dijelaskan bahwa Kalimantan Selatan memiliki 1,6 juta hektare kawasan hutan atau 44% dari total wilayah provinsi, yang menjadi pilar ekologi sekaligus sumber ekonomi masyarakat. Ia menekankan bahwa tantangan perubahan iklim, degradasi hutan, dan risiko karhutla harus dihadapi melalui tata kelola hutan yang terintegrasi dan berbasis kolaborasi, selaras dengan arah pembangunan nasional FoLU Net Sink 2030 dan program REDD+. 

Dalam laporannya, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan Hj. Fathimatuzzahra, S.Hut., MP., memaparkan capaian pembangunan kehutanan, termasuk penanaman 168.086 hektare sepanjang 2016–2025, serta penurunan lahan kritis dari 641.580 hektare menjadi 458.478 hektare. Ia menekankan pentingnya memperkuat mekanisme MRV (Measurement, Reporting & Verification) untuk memastikan setiap aksi penurunan emisi dapat dihitung secara akuntabel. Selain itu, implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) diharapkan mampu membuka peluang investasi hijau dan potensi PAD baru melalui perdagangan karbon. 

Materi semakin mendalam melalui paparan para narasumber nasional. Prof. Rizaldi Boer membuka sesi dengan analisis mengenai potensi dan peluang perdagangan karbon. Selanjutnya, Alwidawarman, Kepala Subdirektorat Pengembangan Usaha Pemanfaatan Hutan, menjelaskan kebijakan nasional serta target peningkatan cadangan karbon yang diarahkan pemerintah pusat. Budiarto, S.Si., M.Si., memaparkan akses pasar karbon sebagai instrumen ekonomi lingkungan, sementara Emmy Primadona dari KKI Warsi menjelaskan tata cara penjualan karbon berbasis masyarakat. Sesi kemudian ditutup oleh Syamsul Budiman dari PBPH PT Mohairson yang memaparkan strategi mengubah konsesi menjadi aset karbon bernilai ekonomi dan peluang transaksi di bursa karbon. 

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menegaskan bahwa rakor ini menjadi momentum krusial dalam memperkuat kolaborasi multipihak menuju tata kelola hutan yang berkelanjutan. Dengan dukungan pemerintah pusat, akademisi, dunia usaha, mitra kehutanan, serta masyarakat, Kalsel optimistis dapat memperkuat kontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca serta menjaga kelestarian hutan bagi masa depan Banua.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *